PETUAH DARI MBAH KAKUNG
Ada satu pelajaran hidup yang bisa saya peroleh ketika pulang kampung ke Trenggalek kemarin. Sebenarnya banyak sekali wejangan yang ditularkan dan diingatkan kembali oleh beliau waktu itu, namun pada satu hal yang ditekankan oleh mbah kakung (meski bukan mbah kakung kandung) kepada saya selaku cucunya.
Petuah dan wejangan yang diberikan adalah mengenai berbakti kepada kedua orang tua.
Sebagian orang yang sudah menikah itu tidak mau lagi menyisihkan atau menafkahkan sebagian hartanya kepada kedua orang tuanya. Ada satu hal yang membuat mengapa hal semacam ini terjadi. Yakni perasaan takut kepada istrinya.
Namun, hal ini tidak bisa dibenarkan, karena bagaimanapun juga orang tuamu lah yang telah banting tulang dengan susah payah untuk mengantarmu ke dalam kehidupan seperti sekarang ini. Dan sudah menjadi semacam tuntutan bagimu untuk membalas budi mereka.
Dan sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tua, sekaligus sebagai calon suami yang diberikan tugas mengatur harta, maka sudah selayaknya engkau tetap ingat kepada kedua orang tuamu. Inilah yang harus dijelaskan oleh calon-calon suami kepada calon istrinya kelak.
Mbah kakung bilang bahwa kewajiban seorang lelaki adalah berbakti kepada Tuhan dan Rasul baru setelah itu adalah kepada ibunya. Sementara untuk anak perempuan adalah berbakti kepada Tuhan, Rasul, dan berikutnya adalah kepada suaminya. Namun, bukan menghalangi niat istri untuk berbakti kepada kedua orang tuanya.
Begitulah wejangan yang paling saya ingat ketika sowan ke rumah mbah kakung.
Namun, ada satu hal yang membuat saya tidak merasa nyaman saat mendengarkan wejangan mbah kakung. Benci kalau harus 'boso' sama keluarga yang lebih tua. Basa Jawa Krama saya grothal-grathul je.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment