Laman

Sunday, February 10, 2008

Lembaga Sensor Film

SENSOR ITU ADA PADA DIRI KITA MASING-MASING

Dian Sastrowardoyo dan kawan-kawan atas nama sineas muda menolak adanya Lembaga Sensor Film (LSF). Hah? Jadi film harus muncul tanpa disensor? Gila apa... Kata mereka, lihat dulu dong apa makna yang terkandung dalam film, ada maksud baik yang tersembunyi tapi kok nyatanya dengan unsur-unsur yang berkebalikan yang melandasinya ya. Mau menyebarkan maksud tersembunyi atau 'maksud tersembunyi' alias keuntungan semata sih?

Kalau mereka benar-benar ingin memunculkan maksud tersembunyi, seharusnya mereka tidak hanya memandang dari sisi subjektif masing-masing tanpa juga melihat dari sudut pandang orang lain dong. Pola pikir masyarakat terhadap suatu hal tentunya berbeda-beda tergantung isi otak mereka bagaimana mencerna rangsang yang diterimanya. Kalau disuguhi adegan ciuman, seks, dan sejenisnya, lebih banyak mana yang menganggap itu seni atau itu pornografi.. Disini bukannya saya sok menasehati, tapi hanya sekedar pelepasan opini saja. Blog kan sebagai pelampiasan hasrat... hahaha... Jadi intinya balik lagi ke pepatah lama yang pernah berujar di telinga budeg kita, "Lebih baik mencegah daripada mengobati"...

Sama seperti pencegahan HIV AIDS dengan pembagian kondom di jalanan. Benarkah dengan membagikan kondom itu akan mengurangi tingkat resiko penyebaran virus mematikan itu. Pemikiran orang tentunya akan beragam, menganggap bahwa pemberian kondom akan memberikan peluang kepada mereka untuk seks bebas dan lainnya. Titik. Kalo mau selamat dari HIV AIDS, solusinya ya lakukan hubungan itu dengan orang yang tepat, yaitu pasangan yang sah dan tetaplah berada di rel yang benar.

Kontrol juga ada pada diri kita masing-masing... Penanggulangan film bokep porno 'bajakan' yang menyebar luas di seluruh pelosok negeri ini pun sebenarnya bisa dengan mudah diberantas mulai dari diri kita masing-masing... Misalnya saja, semuanya sepakat bahwa film porno merusak iman dan 'imron', maka tidak bakal ada yang mau membeli itu DVD atau VCD, atau melihatnya di internet. Dan niscaya penjualnya akan bangkrut... Kembali lagi... Ada demand maka tersedia supply, kalau demand udah terputus lenyap maka supply pun akan mandeg.... Begitu pula dengan hal-hal yang lain... Tapi kayaknya mustahil deh kalau demand bisa lenyap, sudah kodrat manusia kali... Yah minimal ditekan seminimal mungkin lah....

Jadi inget pesen pak Presiden terhadap pers kita dalam memperingati hari pers nasional di Semarang beberapa hari lalu yang ditayangkan TVRI secara langsung ke seluruh pelosok tanah air. Bahwa sebenarnya kontrol itu ada pada masing-masing individu sendiri, dalam hal ini individu pers, untuk menyajikan berita mana dan apa yang layak serta patut ditampilkan. Nah sama hanya juga dengan film sinetron dan segala macamnya itu lah... Kontrol itu sendiri ada pada orang-orang yang terlibat dalam proses pembuatan film tersebut. Sudah pantaskah itu beredar luas di masyarakat. Bagaimana dilihat dari sisi etika, estetika, dan logika? Sudah pantas dan layak kah disuguhkan ke khalayak ramai?

Kreativitas itu ada pagar-pagar pembatasnya dong... Hehehe... Dan tidak semau gue dan seenak puser kita! Dan tontonan yang terbaik itu adalah yang bisa menjadi tuntunan.... Dan pada intinya kontrol itu ada pada diri kita masing-masing.... Kita sendirilah yang akan membawa kemana langkah kaki kita mengarah dan keputusan itu ada di kepala kita masing-masing...

UPDATE 11-02-08
Wah dibaca ama Dian Sastro lagi nih posting ini hehehe.. Dian apa asistennya ya.. Tau ah gelap... Hahahaha

Ini skrinsyurnya lagi



UPDATE 12-02-08
Disela-sela meramu postingan terbarunya dini hari tadi, Dian Sastro berkenan mampir tuk baca-baca lagi... kekeke...

Ini skrinsyurnya lagi


No comments:

Post a Comment